11/27/2010 10:29:00 PM |
abu bakr
,
by optechis
,
islam
,
sedekah
بسم الله الرحمن الرحيم
Bila kita berbicara berkenaan dengan sedekah dan kita kaitkan dengan
para shabat Rasul, maka kita akan tertuju kepada beberapa nama sahabat
yang juga pedagang dan kaya akan harta, mereka tentu sudah tak asing
lagi bagi kita, karena siapa yang dapat melupakan kalimat yang bahkan
'Umar ibn Khaththab sendiri pun mengakui takkan bisa mengalahkan orang
yang mengucapkan kalimat tersebut, "Cukup Allah dan Rasul-Nya." Lalu,
siapa pula yang dapat mengalahkan infaq sahabat yang kaya nan dermawan
ini, beliau tetap konsisten menginfaqan dagangannya sementara banyak
yang menawarkannya keuntungan puluhan persen dengan menolaknya dengan
mantap, "Dia memberikanku keuntungan 1000 persen!". Juga semua tentu
akan selalu ingat dengan sahabat nabi yang memulai usahanya di Madinah
dengan tangan hampa dan 1 bulan kemudian menjadi pedagang sukses serta
selalu menginfaqan hartanya dalam jumlah yang amat besar. Ada juga yang
bila menurut hitungan infaqnya tidak seberapa namun akan sangat luar
biasa apabila kita tahu kebenarannya. Lain lagi dengan yang mengatur
siasat dalam menjamu tamu dan itu merupakan hal yang amat luar biasa.
Di sini, kita akan sedikit membahas para sahabat tersebut, meski sedikit, insya Allah akan melecutkan semangat berinfaq!
Selamat datang di Seri ke-3 dari Serial Catatan Firman Maulana: Sedekah Yuk!
"Cukuplah Allah dan Rasul-Nya Bagiku"
Adakah sahabat yang lebih utama dari beliau? Dari segala aspek, beliau memang paling utama, kita tentu sudah dapat menebaknya,
Abu Bakr Ash-Shiddiq.
Dalam urusan bersedekah dan berinfaq beliau juga sering melakukannya,
saat beliau membeli budak-budak Muslim dari tangan Kafir, ia lalu
memerdekakannya -hal yang sangat didambakan para budak-. Selain itu juga
pastinya beliau sering bersedekah kepada mereka yang membutuhkan.
Namun, dari semua itu ada di satu kesempatan yang menarik bagi saya, yaitu kisah yang diriwayatkan 'Umar ibn Khaththab.
Ketika itu, Ummat Islam di Madinah dikepung dari segala penjuru, baik
dari dalam dengan berkhianatnya Yahudi Madinah, juga dari luar dengan
kafir Quraisy yang bersekutu dengan kaum-kaum lain yang membenci
Islam, membutuhkan banyak pengorbanan baik harta maupun jiwa, maka
dianjurkanlah oleh Rasulullah untuk beramal menyumbangkan hartanya.
Ketika itu Umar datang membawa hartanya, ketika ditanya oleh Rasulullah
tentang apa yang ditinggalkan untuknya dan keluarganya, Umar menjawab
bahwa ia meninggalkan separuh hartanya untuknya dan keluarganya. Lalu,
tak lama kemudian, datanglah Abu Bakr, dan kita ingat sendiri kisah
ini, ketika ditanya tentang apa yang ia tinggalkan untuknya dan
keluarganya, maka sebuah kalimat tinggi penuh keimanan terlafazhkan
dari lisannya, "
Cukup bagiku Allah dan Rasul-Nya." Subhanallah! begitu dahsyatnya beliau, menyumbangkan semuanya demi Islam.
Ya, kalimat itu bagi saya menjadi kalimat yang selalu diingat, diingat sebagai kalimat dengan keimanan tinggi.
"Dia Memberiku Keuntungan SERIBU PERSEN!"
Pernah suatu saat, Madinah mengalami kondisi paceklik, bahan-bahan
pokok mulai langka, jarang diketemukan, bila ada pun, harganya begitu
mahal.
Ketika itu, seorang
Businessman Zaman Itu yang juga dijuluki
"Pemilik Dua Cahaya" sedang di tengah perjalanan dari kegiatan
dagangnya dan akan memberikan barang-barang pokok itu kepada kaum
muslimin di Madinah yang dilanda paceklik, tiba-tiba dicegat oleh
pedagang-pedagang yang gila akan harta, gila akan keuntungan. Mereka,
saling menawar harga kepada
Businessman itu, mereka saling
bersaing, mereka ingin membeli darinya dan menjual kepada penduduk
Madinah dengan harga yang sangat tinggi. Mereka menjanjikan keuntungan
yang cukup banyak, ada yang menjanjikan keuntungan belasan persen, ada
pula yang 20-an persen, ada pula yang lebih tinggi dari itu. Namun, apa
kata pria shalih ini? Beliau malah balik bertanya, "Ada yang sanggup
memberikan keuntungan lebih dari itu? 100%?" Tentu saja tak ada yang
berani bersedia, lalu diteruskan kalimatnya, "
Namun, Allah, akan memberiku keuntungan SERIBU PERSEN!"
Maka, kalimat ini menjadi kalimat yang melemaskan para pedagang
tersebut, niat mereka yang tidak baik. Lalu, berjalanlah kafilah
dagangnya melenggang ke Madinah dan membagikan bahan-bahan pokok ke
penduduk Madinah.
Inilah beliau,
'Utsman ibn 'Affan.
1 Dirham, 1 Dirham, 1 Dirham
Lelaki ini adalah lelaki yang sempat diperebutkan Rasulullah,
Muhajirin, dan Anshar. Lelaki ini adalah seorang anak dari ayah
terhormat ketika masih di tempat asalnya. Lelaki ini adalah lelaki yang
berkelana mencari kebenaran. Lelaki ini adalah arsitek yang hebat.
Lelaki ini juga mencetuskan gagasan cemerlang pada Perang Khandaq.
Lelaki ini adalah seorang Hamba
-Nya yang merasa terlalu memiliki
banyak harta padahal pada saat wafat, yang dimilikinya hanya baju yang
digunakannya, kasur yang ia berbaring di atasnya, juga satu barang
lagi (saya agak lupa-mungkin wajan). Lelaki ini adalah
Salman al-Farisy.
Saya pernah membaca dalam suatu riwayat bahwa beliau pernah membuat
sebuah usaha kecil-kecilan, bahkan amat kecil. Lalu biasanya yang ia
dapatkan adalah 3 Dirham perharinya. Lalu pertanyannya, 3 Dirham ini
akan digunakan untuk apa? Bila saya ajukan pertanyaan itu kepada anda,
apa yang akan anda jawab? Mungkin saja akan digunakan untuk
keperluannya, dan mungkin untuk modal juga, atau mungkin untuk
ditabung. Namun, Salman bukanlah kita yang kadar keimanannya masih
merangkak naik. 3 Dirham beliau gunakan dengan amat baik, 1 Dirham
untuk keperluannya satu hari itu, 1 Dirham untuk modal usaha untuk esok
harinya, dan inilah 1 Dirham lagi untuk disedekahkan!
1 Dirham, ah apa besarnya 1 Dirham? Mungkin hanya puluhan ribu rupiah
saja, bisa dibilang kecil untuk seorang sahabat hanya bersedakah 1
Dirham. Namun, ada yang dapat dicermati di sini. Kita lihat, dari 3
Dirham, beliau menggunakan 1 Dirham untuk modal, 1 Dirham untuk
keperluaannya, dan 1 Dirham untuk sedekah, nah 1 Dirham untuk sedekah
ini jumlahnya sama dengan keperluannya selama satu hari. Sekali lagi,
bila dihitung mungkin akan kecil, hanya 1 Dirham atau puluhan ribu
rupiah saja, namun bayangkan apabila dalam 1 hari yang didapat misalnya
3 juta rupiah, lalu ia gunakan untuk keperluannya hari itu satu juta,
maka tentunya ia akan menginfakkan 1 juta pula. Nah, itulah yang perlu
dilihat, sanggupkah kita
bersedekah uang yang jumlahnya sama dengan kebutuhan kita?.
Milyaran Rupiah Satu Kesempatan
Beliau termasuk sahabat yang memeluk Islam di awal-awal nubuwwah,
beliau juga termasuk 10 sahabat nabi yang dijamin masuk Jannah-Nya.
Beliau,
'Abdurrahman ibn 'Auf adalah sahabat yang juga seorang
pedagang kaya pada saat di Mekkah. Lalu, pada saat turun perintah
hijrah, beliau meninggalkan semua harta kekayaannya dan sampai di
Madinah dengan tangan kosong. Lalu, beliau dipersaudarakan dengan salah
seorang pedagang kaya oleh Rasulullah.
Ada satu kejadian unik pada saat pertemuan keduanya, ketika itu orang
Anshar tersebut menawarkan kepadanya beberapa hal, "Sesungguhnya aku
mempunyai beberapa kebun, silakan kau ambil separuhnya untukmu. Lalu aku
juga punya 2 rumah, biarlah satu kuberikan untukmu. Aku juga mempunya 2
istri yang cantik jelita, pilihlah seorang yang berkenan di hatimu,
dan jadikanlah istrimu." Namun, 'Abdurrahman ibn 'Auf berkata, "Tidak,
kuucapkan terima kasih atas kebaikanmu. Kini, yang aku minta adalah,
tunjukan aku jalan menuju pasar!" "Namun setidaknya menikahlah dulu."
Ujar sahabat dari Anshar ini, "Insya Allah, satu bulan lagi aku
menikah."
Padahal, menurut logika, mungkin akan lebih mudah memulai usaha dengan
adanya kebun, rumah, dan istri. Namun tidak begitu bagi beliau.
Maka, 'Abdurrahman ibn 'Auf pun memulai usahanya di Madinah dengan
tangan kosong. Mulanya hanya sebagai kuli angkut, lalu sebagai makelar,
hingga menjadi pedagang terjujur dan tesukses di sana. Ia
menghancurkan kelicikan timbangan di pasar itu dengan kejujuran Islam.
Tepat 1 bulan kemudian beliau bergegas menemui Nabi, kini dengan diri
sebagai pedagang yang jujur dan sukses, berkata dengan tersipu bahwa ia
akan menikah.
Lalu, teramat rutin pula baginya untuk berinfaq dalam jumlah yang amat
besar, membagikannya ke penduduk Madinah atau untuk membiayai pasukan
perang Kaum Muslimin. Bahkan jumlah infaqnya dapat mencapai 40.000
DINAR! Bila dikonversikan ke rupiah, maka pada saat ini bisa mencapai
angka
64 MILYAR Rupiah!
Bayangkan saja, 1 kali kesempatan berinfaq, maka 64 MILYAR rupiah telah
disedekahkannya. Subhanallah! Inilah kapasitas seorang sahabat Nabi!
Inilah 'Abdurrahman ibn' Auf.
Strategi Sedekah
Abu Thalhah, demikian namanya, suatu saat ia pernah bersedekah kepada seorang musafir dengan cara yang teramat luar biasa.
Petang itu, datanglah seorang musafir ke Masjid Nabawi, ia kelaparan,
lalu ia mengatakannya kepada Rasulullah, lalu Rasulullah pun berkata
kepada para sahabat, "Siapa yang bersedia menjamu tamuku ini, insya
Allah akan mendapat rahmat-Nya," sabda Rasulullah. Hal itu
disampaikan karena beliau hanya mempunyai air minum untuk tamunya.
Maka, Abu Thalhah pun bersedia. Lalu Abu Thalhah pun bergegas ke
rumahnya, ditanyanya kepada istrinya, "Adakah makanan untuk tamuku
ini?" Istrinya berkata, "Hanya ada sedikit, ini pun untuk anak-anak
kita." Mengetahui keadaan yang demikian, maka Abu Thalhah membuat
sebuah strategi.
Pada malam harinya, diajaklah musafir itu ke rumahnya, lalu ia
berbincang-bincang dengan tamunya itu sembari istrinya menyiapkan
makanan. Ketika itu, anak-anak Abu Thalhah sudah ditidurkan dengan
keadaan lapar. Lalu tibalah sang istri membawa makanan, lalu ia
mematikan lilin yang menerangi ruangan tersebut. Disodorkanlah piring
dengan makanan kepada si musafir sementara satu piring lagi yang
ternyata kosong kepada Abu Thalhah. Dalam keadaan gelap, si musafir itu
makan dengan lahapnya, sementara Abu Thalhah berpura-pura sedang makan
(karena akan tidak baik apabila seorang tamu makan sementara tuan
rumahnya tidak ikut makan). Malam itu, si tamu pun beristirahat di sana
dengan perut kenyang, sementara Abu Thalhan dan keluarga tidur dengan
kondisi lapar.
Keesokan harinya, bergegaslah Abu Thalhah ke Masjid Nabawi untuk
shalat, lalu bertemulah dengan Rasulullah, dengan tersenyum, Rasulullah
berkata, "Ketahuilah Allah terpesona dengan yang kau lakukan bersama
istrimu semalam." Beliau lalu membacakan ayat yang termaktub dalam
surat Al-Hasyr ayat 9,
"Dan orang-orang yang telah menempati kota
Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka
(Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada
mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam
hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung." (Q.S. Al-Hasyr[59] : 9)
Itulah, kisah beberapa sahabat tentang bersedekah.
Semoga menjadi motivasi bagi kita semua, menjadi semangat.
Semoga Bermanfaat